Assalamualaikum sahabat semuanya....

Sudah lama banget nih, vakum nulis, dan baru insafnya sekarang. Hihihi...

Pindah kerja kembali ke kota asal, menyesuaikan suasana kerja di tempat baru, menata hidup kembali dari nol, cari ide bisnis sana sini utk menambah pendapatan karena gaji sudah habis buat bayar hutang (padahal ga jd bisnis 😉), membesarkan anak hingga sekarang Alhamdulillah dikasih kesempatan buat nambah anak lagi.. Yes, i am a mother of two beautiful childs. 😘😘😘

Karena sibuk, tau sendiri lah punya anak bayi umur dua bulan, ditambah kelakuan kakaknya yang super bakal bikin badan capek luar biasa. Belum urusan rumah tangga yang dilakukan seorang diri. Ya, kami hanya berempat saja. Saya, suami dan dua orang anak. Mama papa sudah ga ada, sementara mertua kurang cocok gitu dengan saya,beda selera kali ya.. (salut buat mereka yang disayangi mertua, yang bisa klop, sehati,sejiwa, yang mertuanya ga pernah ikut campur urusan rumah tangga 🤔). Jadi, baru kali ini benar-benar konsentrasi mengaktifkan blog ini lagi. Pas baca tulisan awal blog ini, isinya bakal penuh dengan informasi,  seputar dunia kesehatan, pendidikan, anak, dll yang akan bermanfaat. Jadi malu sendiri (tepok jidat🤦), blog ini belum bergerak sama sekali, masih jauh jauh jauh dari harapan.
Semuanya memang perlu tekad, mind set yang kuat, kegigihan. Bukan hanya utk bisnis tapi juga utk urusan nulis. Walau sesibuk apapun pastinya bisa menyisihkan waktu utk menulis jika sudah punya tekad dan komitmen dihati. Insyaallah kedepannya bisa nulis dan posting tulisan minimal satu kali seminggu. Amiiiin...

Nah topik pertama yang mau di-sharing adalah tentang memarahi anak (karena semalam habis marahin anak 😭).

Gimana ya, ini bahasan curhatan yang paling bikin nyesek, penuh dilema. Sebenarnya kepala ini sudah penuh dengan teori2 parenting yang didapat dr pengalaman teman, wejangan orang yang lebih tua, dr postingan Facebook, Instagram, dan sosial media lainnya. Tapi sayangnya, semua teori itu menguap aja seketika melihat tingkah laku anak yang keterlaluan ( sudah berkali-kali). Utk kali pertama, kedua, ketiga, masih bisa, masih sabar,masih bisa dikontrol. Tapi ada masanya kita benar-benar tidak bisa sama sekali menerima kelakuan anak yang "nakal".

Teorinya sih, anak yang nakal sih oke-oke aja,malah orang tuanya harus bersyukur anaknya "nakal". Katanya anak yang nakal berarti dia berani, kreatif, tidak malu. Tapi menurut saya anak  yang "berani" itu tetap harus diberikan rambu rambu, mana yang boleh, mana yang tidak, mana yang baik mana yang tidak baik, mana yang sopan, mana yang tidak sopan, mana yang pantas mana yang tidak pantas. Intinya menurut saya anak yang "berani" tetap harus dibawah kontrol orang tuanya. Lha kalau orang tuanya cuek aja, piye jal? Malah orang tuanya"bangga" gitu kayaknya... 🤦

Zahra, si sulung lah orangnya. Dia tidak "nakal", tapi menjadi "nakal". Singkatnya Zahraku tersayang mendapat pengaruh negatif dr teman "nakal"nya. Karena sudah berulang kali bertingkahlaku "nakal", mak bapaknya ini sudah ga sabar lagi, maka semalam kami memarahinya. Dia menangis di kurung dikamar sambil teriak2 (sengaja dikurung menghindari hukuman fisik). Bodo amat apa kata tetangga, kadang anak mereka juga nangis kok.

Ya Allah... Maaf kan kami berdua ya Allah.. atas kekhilafan kami..

Zahra sudah kami didik sebaik mungkin, kami ciptakan rumah yang hangat, kami pilihkan sekolah dengan lingkungan yang santun dan islami, karena sekolah yang baik tentu santrinya juga baik, otomatis temannya juga baik (dalam satu pengajaran yang sama), para wali santri nya juga baik. Sejauh saya ketemu dengan wali santri yang lain, cara pandang kami dalam pengasuhan anak dan alasan memilih sekolah hampir sama. Artinya saya merasa berada dikomunitas yang tepat, komunitas yang baik.
Tapi waktu terbanyak anak-anak adalah di rumah. That means lingkungan tempat tinggal punya pengaruh besar dalam perkembangan karakter anak. Anak saya contohnya, yang telah terpengaruh oleh sifat "nakal" temannya. Apa kami harus pindah rumah? Ga mungkin lah. Ini masalah yang bakal terus ada, walaupun kita tinggal dimana saja. Pasti akan ada anak yang  "nakal". Sama dengan lingkungan kantor, kamu pindah kantor sepuluh kali pun, masalah karakter manusia akan tetap sama. Jadi cara yang tepat adalah bagaimana cara menyikapinya. Bagaimana cara membentengi keluarga saya dari pengaruh negatif? Apa saya harus ngomong dengan orang tuanya anak "nakal" itu supaya ga cuek lagi? Itu namanya konfrontasi, ga mungkin lah, kita bakal bertangga terus, HAM harus tetap dijaga. Toh masalahnya hanya perkara anak. (Tapi masalah anak ini penting banget 😫😭)

Kebayang ga sih... Dilema bangeeeeeeet... Kembalikan Zahraku yang dulu, Zahra yang tenang, yang sabar, yang tidak mudah panik, yang nurut, yang emosinya stabil, yang kalau ngomong baik-baik, yang kalau diomongin orang tuanya juga ngerti dan nggak nyerang balik, yang bisa dinasehati dan paham, yang nurut dan tidak terlalu banyak menuntut.

Tulisan ini lebay banget ya. Masalah kecil kayak gitu kok dibesar-besarkan. Toh cuma masalah anak kecil.

Terserah tanggapan sahabat seperti apa. Tulisan ini juga aneh kok, saya aja kebingungan bacanya. Dibaca dengan emosi, tulisan ini penting banget untuk didiskusikan. Kalau dibaca dengan hati yang tenang, tulisan ini hanya sampah, masalah seperti ini ada dimana-mana, masalah ini dilalui semua orang tua.

Jadi.. apapun tanggapan sahabat, apapun pendapat sahabat, boleh boleh saja. Sekarang saya dan suami terus mencari cara menanamkan karakter baik pada anak kami tercinta. Apapun problemnya, harus dicari penyelesaian. Karakter itu harga mati,dia akan sukses berdasarkan karakter dan mental yang dimiliki. Doakan ya Zahra jadi anak yang Sholehah dan sukses. Doakan juga adiknya, Aisyah, sama-sama Sholehah dan sukses seperti kakaknya. Aaamiiiin.
.
Sekian dulu curhatan hari ini. Karena besok mau puasa, mohon maaf lahir batin ya semua....
Semoga Ramadhan bisa menjernih kembali hati dan pikiran kita...
.
Trims

*Maafkan tulisan belum pakai kaidah eyd