Agenda tahunan yang selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tegalrejo adalah Khataman. Acara ini merupakan perayaan khatam Al-Quran para santri yang menempuh pendidikan di pesantren. Sepertinya yang saya bilang sebelumnya, jumlah santri yang belajar di pesantren di seluruh Tegalrejo kurang seribu orang.

Khataman di Tegalrejo berlangsung meriah setiap tahun. Masyarakat tumpah ruah turun ke jalan.  Lapangan bola Tegalrejo telah disulap menjadi pasar malam. Banyak kios didirikan. Yang dijual pun beraneka ragam. Baju, sepatu, tas, jilbab, aksesoris, jam, mainan anak, kerajinan tangan, dan kuliner. Pokonya semuanya serba ada. Tidak jauh dari lapangan, terminalpun juga diubah menjadi arena bermain. Berbagai macam jenis permainan yang disukai anak-anak dapat kita jumpai disitu. Kereta api putar, odong-odong, memancing ikan, dll Permainan untuk orang dewasa yang memacu adrenalin juga ada disana. Pasar malam dan arena bermain biasanya hanya berlangsung selama satu minggu.

Selain itu, berbagai macam kesenian juga ditampilkan dalam acara khataman. Terdapat sebuah panggung di halaman rumah pemilik pesantren. Yang datang ke acara tersebut mungkin juga ribuan jumlahnya.  Bus penumpang berjejer di kanan kiri jalan. Setiap bus ada tulisan yang ditempel di kaca, menunjukkan rombongan dari mana. Paling banyak dari daerah sekitaran Jawa Tengah, ada yang dari Jawa Barat. Ada juga pengunjung dari Lampung dan Palembang. Tak heran, karena pesantren di Tegalrejo sangat terkenal.

Pondok pesantren salaf dengan nama Asrama Pendidikan Islam (API) didirikan oleh KH. Chudlori bin H. Ichsan di Desa Krajan, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang pada 1 Oktober 1944. Bagi masyarakat, nama Desa Tegalrejo lebih populer disebut sebagai nama PP tersebut daripada nama resminya : Asrama Pendidikan Islam.

Kekejaman Belanda semasa perang kemerdekaan II tahun 1948-1949 sangat dirasakan oleh segenap santri dan pengasuh Ponpes ini. Bangunan-bangunan pesantren yang ada beserta kitab-kitab milik para pengasuh pada 1948 dirusak dan dibakar oleh Belanda. Akibatnya, selama satu tahun penuh setelah peristiwa itu, kegiatan PP Tegalrejo mengalami fathrah (vakum), tanpa kegiatan.

Baru pada 1950, oleh KH Chudlori menantu KH Dalhar (pengasuh PP Watucongol), PP Tegalrejo dibangun lagi. PP ini telah banyak melahirkan alumni yang menjadi tokoh masyarakat. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mantan ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama sekaligus mantan Presiden RI tercatat sebagai salah seorang alumni pesantren ini.
(http://matan-islam.blogspot.com/2018/01/profil-pondok-pesantren-api-tegalrejo.html?m=1)