Menulis bukan hal yang aneh bagi
saya. Saya sudah terbiasa menulis. Diari dirumah sudah banyak jumlahnya. Ditambah
menulis diari untuk masing masing anak. Kenapa saya juga menulis diari untuk
anak, karena saya ingin merekam sejarah mereka dari mulai mereka didalam
kandungan sampai mereka tumbuh menjadi remaja dan dewasa. Maklum, saya lahir
dari keluarga kecil, kedua orang tua juga sudah tidak ada. Jadi pikiran jauh
saya mengatakan jika umur saya tidak panjang, siapa lagi yang akan menceritakan
masa-masa kecil mereka dulu, betapa lucunya mereka dulu. Mereka memang tidak
punya nenek dan kakek, tapi mereka punya Aki, Om, dan Tante yang akan
mengulang-ngulang kenangan indah masa kecil mereka ketika mereka besar nanti. Tapi
apakah kenangan itu akan lengkap? Maka dari itu ketika anak-anak lahir saya
memutuskan membuat diari untuk masing-masing mereka
Alasan kedua kenapa saya senang
menulis adalah untuk menyalurkan emosi. Lebih tepatnya menghilangkan stres. Jika
orang lain pada umumya menghilangkan stress dengan belanja, makan-makan,
hangout dengan teman, buka hape, main internet, nonton televisi, nonton film, maka
saya lebih senang menulis diari. Kenapa? Karena lebih aman daripada curhat pada
teman. Saya introvert, saya bukan tipe orang yang gampang memulai pembicaraan,
juga temannya sedikit. Kalau ada masalah memang curhat dengan suami, tapi
curhat lengkapnya tetap di buku diari. Setelah dua atau tiga hari tulisan
dibaca lagi, cara pandang kita tehadap masalah akan berbeda, cara kita
menghadapi masalahpun akan lebih bijak. Biasanya nulis diari dengan perasaan
sedih, perih, marah, gelisah, ujung-ujungnya setelah direnungkan perasaan itu
terkesan lebay. Apa saya menulis ketika sedang sedih saja, tentu tidak. Ketika diberi
karunia anak, saya menuliskan semua perasaan dan rasa cinta saya dalam buku
diari mereka, lengkap dengan hasil testpack, foto-foto hasil USG juga saya tempel
disana. Saya tuliskan perasaan ketika saya tau untuk pertama kali mereka sedang
tumbuh dirahim saya, saya jelaskan detik-detik mereka lahir dan semua-semuanya.
Ketika saya harus berpisah suami karena sedang melanjutkan pendidikan, saya
tuliskan semua rasa rindu, kekhawatiran, dan kecemasan kepada dia nun jauh
disana.
Mungkin saya terkesan
tradisional, kuno dan jadul. Tidak apa-apa, pendapat orang lain boleh beragam. Melalui
Kelas Menulis Online yang dibina oleh Bapak Tendi Murti, saya berharap bisa
menjadi penulis yang professional, bukan hanya menulis bebas dan sesuka hati
dalam buku diari. Saya berharap bisa berubah dari penulis buku diari menjadi
penulis buku yang berani. Berani tulisannya dibaca oleh semua orang.
0 Comments