Jatilan atau Jaran Kepang merupakan tarian paling tua di Jawa.  Istilah jathilan berasal dari dua kata dalam Bahasa Jawa yaitu jan yang berarti “benar-benar” dan thil-thilan yang berarti “banyak gerak”.
(Sumber: Wikipedia)

Punya suami berdarah Jawa membuat saya sedikit banyak paham mengenai budaya Jawa. Apalagi pernah tinggal dua tahun di Magelang.

Kesenian Jawa sebenarnya tidak terlalu asing buat saya. Secara global, semua kesenian daerah Indonesia banyak ditayangkan di televisi. Bahkan dulu sewaktu SD kita dituntut untuk menghapal berbagai jenis kesenian khas masing-masing propinsi di Indonesia, pakaian adatnya, rumah adatnya, dan berbagai macam senjata. Masih ingat dengan RPAL kita dan RPUL kan?. 😂
Sentuhan kesenian Jawa juga  bagian resepsi pernikahan kami. Pihak mertua mengundang grup kesenian Reog untuk menampilkan atraksi. Sawah pasca panen yang kering menjadi lapangan terbuka  bagi anak-anak untuk bermain kuda lumping, lengkap dengan kostum warna-warni. Barulah setelah itu Sang Reog beraksi.

Istilah Jatilan baru saya kenal setelah beberapa bulan tinggal di Jawa. Waktu itu ada acara kampung dan orang-orang beramai-ramai kesana. Bu Dju menawarkan saya untuk ikut melihat kesenian yang sedang dilangsungkan di sana.

“Ayo Mbak Resti, ada acara jatilan di dekat rumahnya Mak E. Ayo lihat, kesenian orang Jawa. Mumpung lagi disini. Bawa Zahranya.”
“Iya Bu.”
“Dulu ada lho yang ngekos disini, aduh siapa ya namanya, saya lupa. Dia foto-foto semua yang ada disini, ada yang direkam pakai hape.”

Begitulah, sore itu kami anak kos beramai-ramai melihat Jatilan yang tidak jauh dari tempat tinggal kami.

Sampai disana, ternyata acara sudah mulai sejak lama. Tetapi masih ada beragam tarian yang ditampilkan. Kata orang-orang namanya Dayakan. Mungkin karena kostum yang digunakan mirip dengan kostum daerah dari suku Dayak di Kalimantan, lengkap dengan aksesoris jumbul warna-warni. Penarinya usia remaja. Ada laki-laki dan ada yang perempuan. Pada pergelangan kaki penari terpasang gelang kaki (kerincing). Muka mereka di lukis seperti tato yang menambah kesan kuat dan sangat.
Di sana terdapat panggung tempat anggota grup kesenian bermain musik secara langsung. Beberapa memakai alat musik tradisional jawa, ada juga alat musik modern seperti drum dan keyboard.

Menjelang Magrib, barulah masuk ke acara inti yang ditunggu-tunggu. Mungkin ini yang namanya jatilan. Awalnya para penari laki-laki menari sesuai irama musik. Dipertengahan, satu persatu para penari mulai kesurupan. Menari dengan seenaknya dan tidak terkontrol. Benar-benar kesurupan, dan menakut-nakuti penonton. Setelah beberapa saat, barulah pawang bekerja menyembuhkan para penari yang kesurupan itu satu-persatu.
Selama di Jawa, kami pernah tiga kali melihat jatilan. Biasanya di glagahombo jika ada sunatan, tuan rumah akan mengadakan acara jatilan/dayakan sebagai hiburan.
Entah itu jatilan atau dayakan, keduanya budaya Indonesia yang mesti kita lestarikan.