Pandemi covid-19 sudah lebih dari satu tahun berlangsung, dan sampai sekarang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Yang asalnya dari Cina, menyebar ke seluruh pelosok dunia. Dari yang kabar konfirmasi cuma satu orang, sekarang sudah berjumlah ratusan ribu yang positif covid. Bahkan pada tahun kedua ini, kasus covid di Indonesia semakin meningkat.

Kegiatan vaksin pun sudah dilaksanakan dari  bulan Februari 2021. Sejumlah orang telah menyelesaikan rangkaian vaksin tersebut. Malah sekarang kami di kota ini sedang menantikan vaksin ketiga. Tapi yang namanya virus tetap tidak keliahatan oleh mata. Alhasil awal bulan ini, saya dinyatakan sebagai pasien.

Sedih,tentu saja. Tapi kita tetap tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Mungkin kitalah yang tidak bisa menjaga kesehatan dengan baik.

Dari sekian banyak gejala covid yang kita baca diliterasi yang bertebaran di sosmed, hanya beberapa gejala saja yang aku hadapi. Demam dan anosmia. Syukurlah tidak ada batuk, diare dan sesak nafas, atau gejala berat lainnya.

Dan perlu diketahui juga, gejala yang muncul pada setiap orang mungkin berbeda-beda, tergantung kepada banyak faktor. Menurut pengalamanku sendiri, gejala tersebut timbulnya tidak datang bersamaan. Awalnya demam dulu, demam dengan rasa sakit di kepala, nyeri di sendi dan tulang. Setelah demamnya mulai reda, barulah indra penciuman berkurang secara perlahan. Untungnya, anosmia ini tidak diikuti oleh hilangnya indra perasa. Alhamdulillah makan masih tetap enak, jadi masalah yang aku hadapi hanya satu.

Salah satu ungkapan mengatakan bahwa ‘waktu yang akan menyembuhkan segala luka’, ‘waktu yang akan menyembuhkan segalanya’. Dan itu nyata adanya. Walaupun sudah digempur dengan obat-obatan, termasuk herbal, dan kalau bisa dibilang sudah over dosis, tetap aja proses penyembuhan itu butuh waktu. Nggak ada yang instan.

Ada beberapa cara yang telah aku coba untuk menyembuhkan anosmia beberapa waktu yang lalu.

  •      Memakan bawang putih.

Ini dalah saran dari saudara sepupuku yang juga terkonfirmasi positif sebelumnya. Dia menyuruh aku memakan bawang putih mentah 1 x sehari. Karena indra pengecapanku tidak bermasalah, bawang putihnya aku rebus dengan jahe. Tapi tetap saja aku tidak tahan. Cara ini aku lakukan hanya dua kali saja. Hehehe.

  •          Memakai wewangian

Kalau ini mah bebas, setiap dua jam sekali aku semprotkan parfum ke baju untuk meransang saraf-saraf penciuman. Selain itu aku juga memakai lotion yang aromanya lumayan kuat.

  •  Memakai minyak kayu putih.

Minyak kayu putihnya aku oleskan di masker banyak-banyak agar bisa tercium wanginya, tapi wanginya ini tidak bertahan lama.

  •  Menggunakan essential oil (EO)

Ini nih, yang holy grail aku. Ide ini muncul begitu saja ketika memikirkan apa yang sebaiknya aku oles di masker, yang tahan lama dan aman jika terhirup. Langsung saja aku eksekusi.

Berbekal dengan sisa-sisa penciuman yang masih ada, aku mengendus beberapa essential oil yang aku punya. Yang punya EO pasti tahu bahwa kebanyakan EO wanginya nggak seluruhnya harum, harus di diffuse dulu untuk mendapatkan aroma yang segar. Bahkan EO Lavender, yang wanginya menenangkan, tidak sedap dioles langsung (menurut pendapat pribadi).

Dan peppermint adalah jawabannya. Dari semuanya dialah yang terbaik. Nose approved. Wangi, segar dan yang terpenting nggak bikin pusing.

Langsung saja aku teteskan satu drop peppermint pada masker. Tapi beberapa saat kemudian air mataku bercucuran. Hehehe.. ternyata EO ini sifatnya panas. Hidung dan mulut yang terkena EO terasa panas. Hawa yang merebak disekitar hidung mempengaruhi mata, membuat mata pedas dan berair.

Aku menggakalinya dengan menggunakan dua masker. Masker pertama untuk bagian luar aku tetesi peppermint.  Cairannya masih merembes ke masker yang kedua, walupun sudah pakai maskes medis, mungkin karena bahannya adalah minyak. Namun tidak sepanas jika hanya memakai 1 masker. Its oke lah.

Ketika pertama kali menggunakan metode ini, langsung terasa efeknya. Wanginya yang pekat, terasa menusuk ke dalam hidung. Karena mempunyai efek relaksasi, jadi bisa meningkatkan mood. Dan satu lagi yang penting, EO ini tahan lama, jadi nggak bikin repot.

Selain menghirup peppermint secara langsung, aku juga menghidupkan diffuser dengan aroma yang berbeda-beda.

Alhamdulillah, dengan bantuan peppermint ini, indra penciumanku kembali pulih dengan cepat.

Intinya adalah jika kita ada gejala anosmia, indra penciuman harus dilatih untuk mendapatkan kemapuannnya kembali. Karena aku pernah dengar insta story seorang influencer yang menceritakan bahwa dia masih mengalami anosmia, walaupun sudah 40 hari dinyatakan sembuh covid.

Sekali lagi, Alhamdulillah..

 

Demikian cerita aku dalam mengembalikan anosmia yang pernah aku derita. Yang aku tulis hanyalah beberapa cara yang pernah aku lakukan , mungkin masih banyak cara yang lainnya yang belum aku tahu. Essential oil memang agak pricecy, kamu bisa kok mencari alternatife lain yang tidak memberatkan.

Buat yang sedang isoman dan anosmia, aku doakan cepat pulih keadaannya. Tetap semangat menjemput sehat.


Temukan juga berbagai tips yang bisa kamu jadikan inspirasi disini